Pajak Diuber Tapi Caranya Nggak Canggih, Ekonomi Jadi Nyungsep Karena Diketatin
Pajak Diuber Tapi Caranya Nggak Canggih, Ekonomi Jadi Nyungsep Karena Diketatin

GELORA.CO – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui sulit untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen. Meski begitu, pemerintah terus mengupayakan berbagai cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya. Meski begitu menurut Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi di level 5 persen yang diraih saat ini diklaim sudah cukup bagus, jika melihat kelesuan kondisi ekonomi global yang terjadi saat ini, akibatnya ketidakpastian global. Benarkah alasan yang dikemukakan Menteri Sri Mulyani itu? Berikut pernyataan Ekonom Rizal Ramli;
Menurut Anda kenapa saat ini pemerintah sulit untuk merealisasikan target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen itu?
Satu, kebijakannya ini based on osterity, pengetatan. Diketatin budget dipotong terus, diuber pajak tapi cara ubernya enggak canggih. Akibatnya ekonomi yang ada melambat, makin nyungsep kalau diketatkan. Negara lain kalau ekonominya melambat misal Eropa, dia ciptakan stimulus supaya ekonominya pulih lebih cepat, nanti baru dipajakin, baru diuber di situ.
Stimulus seperti apa?
Macam-macam kemudahannya. Tapi ini kebalik, ini obatnya ala bank dunia. Kalau ekonomi negara berkembang dia selalu ketatkan. Kenapa diketatkan? Kalau diketatkan punya uang untuk punya bayar cicilan utang ke kreditor, itu saja motifnya. Tapi aset price akan jatuh, karena ekonomi melemah kan. Misalnya state makin rontok.
Jadi cara bank dunia ini enggak cocok buat di Indonesia ya?
Iya pengetatan itu enggak cocok. Contohnya waktu saya jadi menko itu kan bukan bidang ekonomi. Saya usulin satu revaluasi aset. Yang setuju cuma Pak Jokowi sama saya, yang lain enggak setuju. Tapi kami berhasil merevaluasi 16 aset. Aset BUMN itu naik Rp 800 triliun, sementara pajaknya 4 persen Rp 32 triliun. Maunya saya BUMN revaluasi aset, karena mereka berdasarkan data historis doang. Kalau dilakukan aset BUMN bisa naik hingga Rp 2.500 triliun. Kita bisa raising financing 100 million dollar. Kalau itu terjadi, kita enggak pusing hari ini.
Apa yang kedua?
Kedua yang saya usulin itu kan tadi, supaya semua ekspor harus masuk dulu ke dalam. Masa hanya 20 persen? Waktu itu sudah dirapatkan, saya ingat wakil gubernur Bank Indonesia (BI) si Mirza setuju, menteri keuangan waktu itu Bambang (Brodjonegoro) setuju. Darmin (Nasution) biasa mencla-mencle, si gubernur BI Agus (Martowarjojo) enggak berani. Akhirnya enggak jadi. Coba seandainya kebijakan saya dua tahun yang lalu dilaksanakan. Saya kan memang bukan menko perekonomian, tapi dilaksanakan karena Pak Jokowi sudah setuju. Kalau itu dilaksanakan 80 persen ekspor yang di luar masuk, cadangan devisa kita jadi lebih gede, reserve kita lebih gede, ekonomi kita enggak akan gonjang-ganjing. Ada tiga hal utama yang saya sarankan waktu jadi menko maritim, walau bukan bidangnya, tapi saya sarankan dalam rapat kabinet.
Apa saja ketiga usul tersebut?
[rmol]