“Demokrasi Sabun Cuci”


“Demokrasi Sabun Cuci”

Oleh: Asyari Usman*

Sewaktu turun ke Garut, Jawa Barat, Sabtu (19/01/2019), Jokowi memborong sabun cuci dalam jumlah besar. Dia beli 100 ribu botol. Nilai totalnya Rp2,000,000,000. Hebat. Dua miliar rupiah.

Tapi, untuk apa sabu cuci itu? Mengapa di musim kapanye ini Jokowi membagi-bagikan sabun? Berapa botol akan dibagikan per keluarga?

Kalau pertanyaan-pertanyaan ini dijawab satu per satu, tampaknya semua kita akan merasa sangat malu. Kenapa malu? Karena mau tak mau kita akan membawa penguraian jawaban itu ke wilayah politik. Sebab, kita sedang berada di bulan-bulan politik. Bulan kampanye pilpres.

Kita malu karena akhirnya akan ketahuan juga untuk apa sabun itu diborong Jokowi. Untuk apa sabun itu dibagi-bagikan kepada warga Garut.

Konon, sabun itu adalah produk UMKM lokal. Mungkin tujuannya untuk membantu perusahaan kecil itu. Pantaslah kita apresiasi.

Sabun cuci piring itu akan dikembalikan kepada warga Garut. Dibagi-bagikan gratis. Apakah ini gagasan cemerlang atau tembelang? Tergantung di mana Anda berada dan apa ideologi Anda.

Tetapi, memang sangat indah pemikiran orang-orang yang mengusulkan kepada Pak Jokowi agar membagi-bagikan sabun kepada rakyat.

Andaikata Anda geleng kepala, namun pemikiran seperti ini tak bisa disalahkan. Barangkali tim Pak Jokowi punya alasan khusus. Cuma, kalau ada orang yang salah tafsir, bisa-bisa hadiah sabun itu dianggap sebagai penghinaan. Seakan-akan warga Garut tidak mampu membeli sabun cuci piring. Wallahu a’lam.

Bagi-bagi sabun ini pastilah dimaksudkan sebagai bentuk sapaan kepada masyarakat setempat. Bertujuan untuk membangun ‘komunikasi’ dengan rakyat. Silaturahmi pakai sabun. Biarpun licin tapi wangi. Cara baru merangkul rakyat.

Dalam konteks proses demokrasi yang sedang berlangsung saat ini, 100,000 botol sabun itu tentunya diharapkan bisa melicinkan jalanya pilpres. Selicin sabun itu. Diharapkan bisa pula terbangun ‘kebersamaan’ antara Jokowi dan rakyat. Untuk mendekatkan Pak Jokowi dengan para penerima sabun.

Selain itu, di musin kampanye pilpres sekarang ini, tentunya hadiah sabun dari Jokowi bisa juga bertujuan untuk memberikan ‘edukasi’ kepada masyarakat tentang cara yang ‘sabunan’ dalam memilih presiden. Sebab, sabun itu lambang kebersihan. Meskipun sabun juga bisa melambangkan kelicinan. Karena sabun adalah benda yang licin.

Kalaulah sabun itu dimaksudkan untuk melicinkan jalan warga penerima hadiah menuju TPS pilpres 17 April 2019, pertanyaannya berapa botolkah sabun itu baru cukup untuk membuat jalan yang licin? Mungkin jawabannya akan berbeda-beda. Bagi warga yang harus berjalan agak jauh ke TPS, tampaknya tak cukup satu botol. Mungkin perlu dua atau tiga botol. Atau bahkan lebih.

Menghadirkan sabun dalam proses demokrasi bisa juga bermakna positif. Dengan sabun, seharunya kita bisa membersihkan pesta demokrasi, pesta pilpres, dari janji-janji kotor. Membersihkan demokrasi dari penipuan dan hoax. Menghilangkan noda-noda penyelewengan kekuasaan (abuse of power).

Kalau sabun yang dibawa ke dalam proses demokrasi tidak mampu menghilangkan kotoran pekat akibat penerapan kekuasaan yang penuh ‘intrick’, muslihat, kelicikan, dlsb, berarti diperlukan detergen yang lebih keras. Boleh jadi sabun buatan Garut terlalu lembut ramuannya.

Tidak masalah. Kita cari sabun lain asalkan demokrasi kita bersih. Kalau perlu, untuk sementara ini kita impor dulu sabun yang lebih dahsyat. Mungkin bisa kita kontak produsen-produsen sabun di RRC. Siapa tahu bisa dapat kredit impor sabun dari sana. Yang penting, ‘demokrasi sabun’ yang telah dimulai di Garut itu bisa menyukseskan misi kebangsaan dan kenegaraan yang sedang dicanangkan oleh Pak Jokowi dan timnya.

Hanya saja, sebelum Pak Jokowi membumikan dan menyebarluaskan ‘demokrasi sabun’, agaknya perlu disabun dulu masalah sumber dana pembelian sabun Garut itu. Supaya klir. Ngabalin mengatakan, dana Rp2,000,000,000 itu adalah uang pribadi Pak Jokowi. Sedangkan Pramono Anung, Mensekab, mengatakan dana itu diambil dari kas TKN.

Semoga saja Ngabalin benar. Agar Pak Jokowi bisa tercatat dalam sejarah sebagai orang yang memprakarsai ‘demokrasi sabun’ dengan uang pribadi. [swa]

*) Penulis adalah wartawan senior






http://bitly.com/2MtJ5DU

Banner iklan disini
loading...

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :