Keadaan Indonesia Saat Ini Mirip Puisi “Kasihan Bangsa” Karya Kahlil GIbran


Keadaan Indonesia Saat Ini Mirip Puisi “Kasihan Bangsa” Karya Kahlil GIbran

GELORA.CO – Keadaan Indonesia saat ini mirip dengan apa yang dituturkan penyair Kahlil Gibran dalam puisinya berjudul “Bangsa Kasihan”.

Begitu disampaikan mantan komisioner KPK yang saat ini aktif sebagai anggota di Gerakan Kebangkitan Indonesia (GKI), Taufiequrachman Ruki, dalam sambutannya di acara bedah buku berjudul “Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 45” di Djakarta Theatre Ball Room, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (15/2).

Bedah buku menghadirkan pembicara analis ekonomi politik Salamuddin Daeng, aktivis M. Hatta Taliwang, Haris Rusli Moti, dan Edwin Sukowati.

Ruki mengatakan keadaan Indonesia sekarang ini sudah tidak sesuai dengan dasar negara yang dibuat oleh para founding fathers.

Awalnya Ruki mengaku tidak mengerti dengan puisi Kahlil Gibran tersebut. Ia bertanya kepada audience mengapa puisi yang ditulis penyair kelahiran Lebanon, 6 Januari 1883 itu sangat mirip dengan keadaan Indonesia saat ini. 

“Yang saya tidak tahu dia terinspirasi dari mana. Kok puisinya mirip dengan keadaan bangsa kita sekarang,” ujar Ruki. 

Setalah itu Ruki pun membacakan puisi tersebut. Berikut puisi “Kasihan Bangsa” yang dibacakan Ruki:

Kasihan bangsa

yang mengenakan pakaian

yang tidak ditenunnya,

memakan roti dari gandum

yang tidak ia panen,

dan meminum susu

yang ia tidak memerasnya.

Kasihan bangsa

yang menjadikan orang dungu

sebagai pahlawan

dan menganggap penindasan penjajah

sebagai hadiah.

Kasihan bangsa

yang meremehkan nafsu dalam mimpi-mimpinya

ketika tidur,

sementara menyerah padanya

ketika bangun.

Kasihan bangsa

yang tidak pernah angkat suara

kecuali jika sedang berjalan

di atas kuburan,

tidak sesumbar

kecuali di reruntuhan,

dan tidak memberontak

kecuali ketika lehernya sudah berada

di antara pedang dan landasan.

Kasihan bangsa

yang negarawannya serigal,

filosofnya gentong nasi,

dan senimannya tukang tambal dan tukang tiru.

Kasihan bangsa

yang menyambut penguasa barunya

dengan terompet kehormatan,

Namun melepasnya dengan cacian,

hanya untuk manyambut penguasa baru lain,

dengan terompet lagi.

Kasihan bangsa

yang orang sucinya dungu

menghitung tahun-tahun berlalu,

dan orang kuatnya masih dalam gendongan

Kasihan bangsa

yang terpecah-pecah,

dan masing-masing pecahan,

Menganggap dirinya sebagai bangsa. [rmol]






http://bitly.com/2IgP5S0

Banner iklan disini
loading...

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :