Siksa Muslim Uyghur, Usir Dubes China dari Indonesia
Siksa Muslim Uyghur, Usir Dubes China dari Indonesia
Jakarta, HanTer – Ratusan aktivis, tokoh pemuda, dan mahasiswa mengeluarkan petisi bersama mengutuk aksi genosida dan tindakan penyiksaan Muslim Uyghur oleh Pemerintah Komunis Cina. Para tokoh ini juga meminta Pemerintah Indonesia mengusir Duta Besar Cina dari Indonesia.
Penindasan yang terjadi terhadap muslim Uyghur dan minoritas di Provinsi Xianjing, China juga mendapat perhatian pengguna internet di Indonesia.
Seperti dilansir CNN Indonesia, seruan #UsirDubesChina menggema sebagai sikap geram lewat lini masa Twitter pada Rabu (19/12). Meski tidak menjadi trending topik, namun tagar ini menyita perhatian netizen Indonesia.
Pengguna internet mempertayakan empati warga di seluruh dunia atas kekejaman yang diterima muslim etnis Uighur di China.
Kecam China
Sekretaris Komite Dakwah Khusus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Moh. Naufal Dunggio meminta Jokowi harus mengecam pembantaian etnis Muslim Uighur. Indonesia harus mengusir duta besar dan segera tutup kedutaan besar China di Indonesia.
“China harus diberikan sanksi karena telah melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap muslim Uighur di era milenial. Sebagai negara berdaulat maka Indonesia harus mengambil peran aktif membela muslim Uighur. Apalagi Indonesia merupakan satu di antara negara muslim terbesar di dunia,” paparnya.
Tidak Berani
Ketua Media Center Reuni 212 Novel Bamukmin juga menilai, Jokowi tidak akan berani memprotes Tiongkok atas kekerasan yang dialami Muslim Uighur. Karena pemerintahan saat ini dipimpin oleh rezim yang sangat ketergantungan dengan Tiongkok. Apalagi Indonesia juga terjerat utang yang sangat besar sehingga bisa berdampak intimidasi dari Tiongkok. Saat ini Indonesia sangat tak berdaya untuk memperbaiki nasib negara ini apalagi mengurusi negara orang.
Ketua Persaudaraan Alumni (PA) Ustadz Slamet Ma’arif juga mengutuk keras terhadap pemerintahan Komunis China atas penindasan terhadap Muslim Uygur.
“Yang dilakukan oleh rezim Komunls China tersebut adalah merupakan pelanggaran nyata atas Hak Asasl Manusia, dan Hukum International,” tegasnya.
Slamet menuturkan, setiap warga negara berhak mendapatkan kebebasan beragama. Muslim Uyghur merupakan mayoritas penduduk di Provinsi Xinjiang sehingga harus memiliki dan diberikan kebebasan menjalankan ajaran agamanya. Organisasi Kerja sama Islam (OKI) dan PBB dan Komnas HAM RI untuk menyelamatkan nasib Umat Islam Uyghur. Selain itu OKI juga harus bersikap tegas terhadap China agar memberikan hak hak sipil untuk Uyghur.
“Secara khusus kami meminta kepada Pemerimah Republik Indonesia untuk bersikap keras dan tegas terhadap China dan membela nasib umat Islam Uyghur,” jelas Slamet yang juga menyerukan mepada umat Islam se dunia untuk melakukan gerakan solidaritas dengan menyalurkan bantuan dan menolong Muslim Uyghur melalui cara-cara yang memungkinkan.
Panggil Dubes
Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak), Lieus Sungkharisma juga mendesak pemerintah RI untuk segera memanggil Dubes RRC di Indonesia. Pemanggilan ini penting untuk meminta menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi di negeri Tirai Bambu itu agar pemberitaan kekerasan yang dialami Muslim Uyghur tidak menjadi bola liar di Indonesia.
“Jika ternyata pemberitaan menyangkut penindasan terhadap muslim Uyghur itu benar terjadi dan dilakukan oleh pemerintah China maka Indonesia tak perlu sungkan untuk mendesak pemerintah Tiongkok agar menghentikan penindasan itu,” tegasnya.
Lieus menuturkan, sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dan menganut sistem politik bebas aktif maka Indonesia berkewajiban memperingatkan China untuk menghentikan kekejaman yang dialami Muslim Uighur.
“Kita punya hubungan diplomatik dengan RRC. Itu artinya kita bisa menggunakan kekuatan diplomatik tersebut untuk meminta pemerintah China menghentikan penindasannya terhadap muslim Uighur,” jelasnya.
Lieus berharap apa yang terjadi di Xinjiang berimbas pada memburuknya hubungan umat Islam di Indonesia dengan etnis Tionghoa. Sebab, tidak semua orang Tionghoa setuju dengan apa yang terjadi di Xinjiang. “Ini bukan sekedar soal agama. Tapi ini soal kemanusiaan dan keadilan. Soal hak azasi manusia,” paparnya.
Kemenlu
Sementara itu Kementerian Luar Negeri RI telah mendiskusikan isu dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap suku Uyghur di Provinsi Xinjiang, China, dengan Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian.
Dalam pertemuan 17 Desember, perwakilan Kementerian Luar Negeri RI menyampaikan keprihatinan berbagai kalangan di Indonesia mengenai kondisi masyarakat Uyghur, sementara Dubes China menyampaikan komitmen negaranya terhadap perlindungan hak asasi manusia dan sependapat bahwa informasi mengenai kondisi masyarakat Uyghur penting untuk diketahui publik.
“Kemlu menegaskan bahwa sesuai dengan Deklarasi Universal HAM PBB, kebebasan beragama dan kepercayaan merupakan hak asasi manusia. Merupakan tanggung jawab tiap negara untuk menghormatinya,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir di sela-sela acara Diplomacy Festival (DiploFest) di Universitas Padjadjaran, Bandung, Rabu malam.
Pemerintah China membantah tudingan masyarakat internasional bahwa rezimnya telah melanggar hak asasi manusia etnis muslim Uyghur di Provinsi Xinjiang, menyatakan bahwa tindakan tegas dilakukan untuk mencegah penyebaran ideologi radikal di kalangan masyarakat Uighur.
Sementara Konsul Jenderal China di Surabaya Gu Jingqi menyebut persoalan suku Uyghur sebagai masalah separatis yang muncul dari sebagian kecil warga setempat.
“Warga muslim Uyghur di Xinjiang sekitar 10 juta jiwa, sebagian kecil berpaham radikal ingin merdeka, pisah dari RRT. Itu yang kami, Pemerintah China, atasi,” kata Jingqi kepada Antara di Surabaya, Jumat (13/12).