Resiko Murtad, Kekal di dalam Neraka
Resiko Murtad, Kekal di dalam Neraka
Oleh Ustadz Imam Wahyudi Lc
Islam adalah anugerah yang tiada tara. Satu-satunya agama yang diridhai oleh Allâh Azza wa Jalla di dunia dan akherat . Perbuatan seseorang akan diakui bila ia telah memeluk Islam. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi [Ali-‘Imrân/3: 85]
Dan sebaliknya, agama selain Islam merupakan penghalang diterimanya perbuatan baik seseorang, bahkan perbuatan baik tersebut akan sia-sia dan sirna di sisi Allah Azza wa Jalla kelak. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّىٰ إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا
Dan orang-orang kafir, amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatangi air itu, dia tidak mendapati sesuatu pun [an-Nûr/24:39]
Juga firman-Nya:
وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan [al-Furqân/25:23]
Suatu ketika ‘Aisyah bertanya kepada Rasulullâh tentang seorang dermawan yang hidup di zaman Jahiliyyah yang bernama Ibnu Jud’ân. Dia sangat gemar menyambung tali silaturahmi dan memberi makan kaum miskin, apakah kebaikan tersebut akan bermanfaat baginya? Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab:
لاَ يَا عَائِشَةُ ، إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْمًا : رَبِّ اغْفِرْ لِيْ خَطِيْئَتِيْ يَوْمَ الدِّينِ
Tidak wahai ‘Aisyah, karena dia tidak pernah sekalipun mengatakan: Rabb-ku ampunilah kesalahan-kesalahanku di hari kiamat kelak [HR. Muslim]
Nikmat ini harus selalu senantiasa disyukuri, dengan senantiasa menjaganya agar tetap menetap kuat dalam jiwa dan dan mengisi hidup dengan beramal saleh sebanyak mungkin, agar semakin bertambah dan kokoh, serta jangan sampai berkurang apalagi sirna dari diri kita, alias murtad. Na’ûdzubillah min dzâlik.
Semangat ini hendaknya terus kita pupuk, diantaranya dengan memahami resiko yang bakal ditanggung oleh seorang murtad, keluar dari Islam. Untuk itu, marilah kita simak uraian berikut ini. Semoga bermanfaat.
1. DEFINISI MURTAD
Istilah murtad dalam bahasa Arab diambil dari kata ( ارْتَدَّ) yang bermakna kembali berbalik ke belakang. Sedangkan menurut syariat, orang murtad adalah seorang Muslim yang menjadi kafir setelah keislamannya, tanpa ada paksaan, dalam usia tamyiiz (sudah mampu memilah dan memilih perkara, antara yang baik dari yang buruk-pen.) serta berakal sehat.
Seorang yang menyatakan kekufuran karena terpaksa, tidak dikategorikan sebagai orang murtad, sebagaimana yang terjadi pada diri Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ’Ammâr bin Yâsir Radhiyallahu anhu yang dipaksa dan disiksa agar mau mengingkari kenabian Rasûlullâh dan mencela Islam. Akhirnya terpaksa menuruti mereka, padahal hatinya tetap yakin akan kebenaran ajaran Rasûlullâh. Setelah dibebaskan, dengan menangis dia mendatangi Rasulullah seraya menceritakan peristiwa tersebut, dan ternyata Rasûlullâh memaafkannya. Kemudian turunlah firman Allâh Azza wa Jalla :
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَٰكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Barang siapa yang kafir kepada Allâh sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allâh), kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allâh menimpanya dan baginya adzab yang besar [an-Nahl/16:106]
2. SANKSI-SANKSI MORAL BAGI ORANG MURTAD
Pada kesempatan kali ini, paparan bahasan ini terfokuskan pada dampak-dampak buruk orang yang murtad di dunia dan akherat, sebuah fenomena yang cukup banyak terjadi di tengah masyarakat kita. Sebagian orang begitu mudah mengganti akidah Islamnya, entah karena kesulitan ekonomi, anggapan semua agama itu sama dan mengajak kepada kebaikan, ataupun kepentingan-kepentingan duniawi lainnya. Jika menyadari betapa bahaya besar akan menimpa mereka usai menanggalkan baju Islamnya, mungkin mereka tidak akan pernah melakukan tindakan bodoh tersebut.
Para Ulama Islam (kalangan Fuqaha) telah membahas konsekuensi hukum yang berlaku pada orang Islam yang pindah agama dalam buku-bukum fiqih mereka dalam pasal ar-riddah. Berikut ini konsekuensi buruk dari perbuatan mencampakkan Islam – satu-satunya agama yang diridhai Allâh Azza wa Jalla – dengan memeluk agama lainnya, menjadi seorang nasrani atau pemeluk agama lainnya.
a. Amal Ibadahnya Terhapus